Sabtu, 20 Agustus 2011

Kisah Pendeta Masuk Islam

Mungkin kisah ini terasa sangat aneh bagi mereka yang belum pernah bertemu dengan orangnya atau langsung melihat dan mendengar penuturannya. Kisah yang mungkin hanya terjadi dalam cerita fiktif, namun menjadi kenyataan. Hal itu tergambar dengan kata-kata yang diucapkan oleh si pemilik kisah yang sedang duduk di hadapanku mengisahkan tentang dirinya. Untuk mengetahui kisahnya lebih lanjut dan mengetahui kejadian-kejadian yang menarik secara komplit, biarkan aku menemanimu untuk bersama-sama menatap ke arah Johannesburg, kota bintang emas nan kaya di negara Afrika Selatan di mana aku pernah bertugas sebagai pimpinan cabang kantor Rabithah al-’Alam al-Islami di sana.

Pada tahun 1996, di sebuah negara yang sedang mengalami musim dingin, di siang hari yang mendung, diiringi hembusan angin dingin yang menusuk tulang, aku menunggu seseorang yang berjanji akan menemuiku. Istriku sudah mempersiapkan santapan siang untuk menjamu sang tamu yang terhormat. Orang yang aku tunggu dulunya adalah seorang yang mempunyai hubungan erat dengan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela. Ia seorang misionaris penyebar dan pendakwah agama Nasrani. Ia seorang pendeta, namanya ‘Sily.’ Aku dapat bertemu dengannya melalui perantaraan sekretaris kantor Rabithah yang bernama Abdul Khaliq Matir, di mana ia mengabarkan kepada-ku bahwa seorang pendeta ingin datang ke kantor Rabithah hendak membicarakan perkara penting.

Tepat pada waktu yang telah dijanjikan, pendeta tersebut datang bersama temannya yang bernama Sulaiman. Sulaiman adalah salah seorang anggota sebuah sasana tinju setelah ia memeluk Islam, selepas bertanding dengan seorang petinju muslim terkenal, Muhammad Ali. Aku menyambut keda-tangan mereka di kantorku dengan perasaan yang sangat gembira. Sily seorang yang berpostur tubuh pendek, berkulit sangat hitam dan mudah tersenyum. Ia duduk di depanku dan berbicara denganku dengan lemah lembut. Aku katakan, “Saudara Sily bolehkah kami mendengar kisah keislamanmu?” ia tersenyum dan berkata, “Ya, tentu saja boleh.”
Pembaca yang mulia, dengar dan perhatikan apa yang telah ia ceritakan kepadaku, kemudian setelah itu, silahkan beri penilaian.!
Sily berkata, “Dulu aku seorang pendeta yang sangat militan. Aku berkhidmat untuk gereja dengan segala kesungguhan. Tidak hanya sampai di situ, aku juga salah seorang aktifis kristenisasi senior di Afrika Selatan. Karena aktifitasku yang besar maka Vatikan memilihku untuk menjalankan program kristenisasi yang mereka subsidi. Aku mengambil dana Vatikan yang sampai kepadaku untuk menjalankan program tersebut. Aku mempergunakan segala cara untuk mencapai targetku. Aku melakukan berbagai kunjungan rutin ke madrasah-madrasah, sekolah-sekolah yang terletak di kampung dan di daerah pedalaman. Aku memberikan dana tersebut dalam bentuk sumbangan, pemberian, sedekah dan hadiah agar dapat mencapai targetku yaitu memasukkan masyarakat ke dalam agama Kristen. Gereja melimpahkan dana tersebut kepadaku sehingga aku menjadi seorang hartawan, mempunyai rumah mewah, mobil dan gaji yang tinggi. Posisiku melejit di antara pendeta-pendeta lainnya.
Pada suatu hari, aku pergi ke pusat pasar di kotaku untuk membeli beberapa hadiah. Di tempat itulah bermula sebuah perubahan!
Di pasar itu aku bertemu dengan seseorang yang memakai kopiah. Ia pedagang berbagai hadiah. Waktu itu aku mengenakan pakaian jubah pendeta berwarna putih yang merupakan ciri khas kami. Aku mulai menawar harga yang disebutkan si penjual. Dari sini aku mengetahui bahwa ia seorang muslim. Kami menyebutkan agama Islam yang ada di Afrika selatan dengan sebutan ‘agama orang Arab.’ Kami tidak menyebutnya dengan sebutan Islam. Aku pun membeli berbagai hadiah yang aku inginkan. Sulit bagi kami menjerat orang-orang yang lurus dan mereka yang konsiten dengan agamanya, sebagaimana yang telah berhasil kami tipu dan kami kristenkan dari kalangan orang-orang Islam yang miskin di Afrika Selatan.
Si penjual muslim itu bertanya kepadaku, “Bukankah anda seorang pendeta?” Aku jawab, “Benar.” Lantas ia bertanya kepadaku, “Siapa Tuhanmu?” Aku katakan, “Al-Masih.” Ia kembali berkata, “Aku menantangmu, coba datangkan satu ayat di dalam Injil yang menyebutkan bahwa al-Masih AS berkata, ‘Aku adalah Allah atau aku anak Allah. Maka sembahlah aku’.” Ucapan muslim tersebut bagaikan petir yang menyambar kepalaku. Aku tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Aku berusaha membuka-buka kembali catatanku dan mencarinya di dalam kitab-kitab Injil dan kitab Kristen lainnya untuk menemukan jawaban yang jelas terhadap pertanyaan lelaki tersebut. Namun aku tidak menemukannya. Tidak ada satu ayat pun yang men-ceritakan bahwa al-Masih berkata bahwa ia adalah Allah atau anak Allah. Lelaki itu telah menjatuhkan mentalku dan menyulitkanku. Aku ditimpa sebuah bencana yang membuat dadaku sempit. Bagaimana mungkin pertanyaan seperti ini tidak pernah terlintas olehku? Lalu aku tinggalkan lelaki itu sambil menundukkan wajah. Ketika itu aku sadar bahwa aku telah berjalan jauh tanpa arah. Aku terus berusaha mencari ayat-ayat seperti ini, walau bagaimanapun rumitnya. Namun aku tetap tidak mampu, aku telah kalah.
Aku pergi ke Dewan Gereja dan meminta kepada para anggota dewan agar berkumpul. Mereka menyepakatinya. Pada pertemuan tersebut aku mengabarkan kepada mereka tentang apa yang telah aku dengar. Tetapi mereka malah menyerangku dengan ucapan, “Kamu telah ditipu orang Arab. Ia hanya ingin meyesatkanmu dan memasukkan kamu ke dalam agama orang Arab.” Aku katakan, “Kalau begitu, coba beri jawabannya!” Mereka membantah pertanyaan seperti itu namun tak seorang pun yang mampu memberikan jawaban.
Pada hari minggu, aku harus memberikan pidato dan pelajaranku di gereja. Aku berdiri di depan orang banyak untuk memberikan wejangan. Namun aku tidak sanggup melakukannya. Sementara para hadirin merasa aneh, karena aku berdiri di hadapan mereka tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku kembali masuk ke dalam gereja dan meminta kepada temanku agar ia menggantikan tempatku. Aku katakan bahwa aku sedang sakit. Padahal jiwaku hancur luluh.
Aku pulang ke rumah dalam keadaan bingung dan cemas. Lalu aku masuk dan duduk di sebuah ruangan kecil. Sambil menangis aku menengadahkan pandanganku ke langit seraya berdoa. Namun kepada siapa aku berdoa. Kemudian aku berdoa kepada Dzat yang aku yakini bahwa Dia adalah Allah Sang Maha Pencipta, “Ya Tuhanku… Wahai Dzat yang telah men-ciptakanku… sungguh telah tertutup semua pintu di hadapanku kecuali pintuMu… Janganlah Engkau halangi aku mengetahui kebenaran… manakah yang hak dan di manakah kebenaran? Ya Tuhanku… jangan Engkau biarkan aku dalam kebimbangan… tunjukkan kepadaku jalan yang hak dan bimbing aku ke jalan yang benar…” lantas akupun tertidur.
Di dalam tidur, aku melihat diriku sedang berada di sebuah ruangan yang sangat luas. Tidak ada seorang pun di dalamnya kecuali diriku. Tiba-tiba di tengah ruangan tersebut muncul seorang lelaki. Wajah orang itu tidak begitu jelas karena kilauan cahaya yang terpancar darinya dan dari sekelilingnya. Namun aku yakin bahwa cahaya tersebut muncul dari orang tersebut. Lelaki itu memberi isyarat kepadaku dan memanggil, “Wahai Ibrahim!” Aku menoleh ingin mengetahui siapa Ibrahim, namun aku tidak menjumpai siapa pun di ruangan itu. Lelaki itu berkata, “Kamu Ibrahim… kamulah yang bernama Ibrahim. Bukankah engkau yang memohon petunjuk kepada Allah?” Aku jawab, “Benar.” Ia berkata, “Lihat ke sebelah kananmu!” Maka akupun menoleh ke kanan dan ternyata di sana ada sekelompok orang yang sedang memanggul barang-barang mereka dengan mengenakan pakaian putih dan bersorban putih. Ikutilah mereka agar engkau mengetahui kebenaran!” Lanjut lelaki itu.
Kemudian aku terbangun dari tidurku. Aku merasakan sebuah kegembiraan menyelimutiku. Namun aku belum juga memperoleh ketenangan ketika muncul pertanyaan, di mana gerangan kelompok yang aku lihat di dalam mimipiku itu berada.
Aku bertekad untuk melanjutkannya dengan berkelana mencari sebuah kebenaran, sebagaimana ciri-ciri yang telah diisyaratkan dalam mimpiku. Aku yakin ini semua merupakan petunjuk dari Allah SWT. Kemudian aku minta cuti kerja dan mulai melakukan perjalanan panjang yang memaksaku untuk berkeliling di beberapa kota mencari dan bertanya di mana orang-orang yang memakai pakaian dan sorban putih berada. Telah panjang perjalanan dan pencarianku. Setiap aku menjumpai kaum muslimin, mereka hanya memakai celana panjang dan kopiah. Hingga akhirnya aku sampai di kota Johannesburg.
Di sana aku mendatangi kantor penerima tamu milik Lembaga Muslim Afrika. Di rumah itu aku bertanya kepada pegawai penerima tamu tentang jamaah tersebut. Namun ia mengira bahwa aku seorang peminta-minta dan memberikan sejumlah uang. Aku katakan, “Bukan ini yang aku minta. Bukankah kalian mempunyai tempat ibadah yang dekat dari sini? Tolong tunjukkan masjid yang terdekat.” Lalu aku mengikuti arahannya dan aku terkejut ketika melihat seorang lelaki berpakaian dan bersorban putih sedang berdiri di depan pintu.
Aku sangat girang, karena ciri-cirinya sama seperti yang aku lihat dalam mimpi. Dengan hati yang berbunga-bunga, aku mendekati orang tersebut. Sebelum aku mengatakan sepatah kata, ia terlebih dahulu berkata, “Selamat datang ya Ibrahim!” Aku terperanjat mendengarnya. Ia mengetahui namaku sebelum aku memperkenalkannya. Lantas ia melanjutkan ucapan-nya, “Aku melihatmu di dalam mimpi bahwa engkau sedang mencari-cari kami. Engkau hendak mencari kebenaran? Kebenaran ada pada agama yang diridhai Allah untuk hamba-Nya yaitu Islam.” Aku katakan, “Benar. Aku sedang mencari kebenaran yang telah ditunjukkan oleh lelaki bercahaya dalam mimpiku, agar aku mengikuti sekelompok orang yang berpakaian seperti busana yang engkau kenakan. Tahukah kamu siapa lelaki yang aku lihat dalam mimpiku itu?” Ia menjawab, “Dia adalah Nabi kami Muhammad, Nabi agama Islam yang benar, Rasulullah SAW.” Sulit bagiku untuk mempercayai apa yang terjadi pada diriku. Namun langsung saja aku peluk dia dan aku katakan kepadanya, “Benarkah lelaki itu Rasul dan Nabi kalian yang datang menunjukiku agama yang benar?” Ia berkata, “Benar.”
Ia lalu menyambut kedatanganku dan memberikan ucapan selamat karena Allah telah memberiku hidayah kebenaran. Kemudian datang waktu shalat zhuhur. Ia mempersilahkanku duduk di tempat paling belakang dalam masjid dan ia pergi untuk melaksanakan shalat bersama jamaah yang lain. Aku memperhatikan kaum muslimin banyak memakai pakaian seperti yang dipakainya. Aku melihat mereka rukuk dan sujud kepada Allah. Aku berkata dalam hati, “Demi Allah, inilah agama yang benar. Aku telah membaca dalam berbagai kitab bahwa para nabi dan rasul meletakkan dahinya di atas tanah sujud kepada Allah.” Setelah mereka shalat, jiwaku mulai merasa tenang dengan fenomena yang aku lihat. Aku berucap dalam hati, “Demi Allah sesungguhnya Allah SAW telah menunjukkan kepadaku agama yang benar.” Seorang muslim memanggilku agar aku mengumumkan keislamanku. Lalu aku mengucapkan dua kalimat syahadat dan aku menangis sejadi-jadinya karena gembira telah mendapat hidayah dari Allah SWT.
Kemudian aku tinggal bersamanya untuk mempelajari Islam dan aku pergi bersama mereka untuk melakukan safari dakwah dalam waktu beberapa lama. Mereka mengunjungi semua tempat, mengajak manusia kepada agama Islam. Aku sangat gembira ikut bersama mereka. Aku dapat belajar shalat, puasa, tahajjud, doa, kejujuran dan amanah dari mereka. Aku juga belajar dari mereka bahwa seorang muslim diperintahkan untuk menyampaikan agama Allah dan bagaimana menjadi seorang muslim yang mengajak kepada jalan Allah serta berdakwah dengan hikmah, sabar, tenang, rela berkorban dan berwajah ceria.Setelah beberapa bulan kemudian, aku kembali ke kotaku. Ternyata keluarga dan teman-temanku sedang mencari-cariku. Namun ketika melihat aku kembali memakai pakaian Islami, mereka mengingkarinya dan Dewan Gereja meminta kepadaku agar diadakan sidang darurat. Pada pertemuan itu mereka mencelaku karena aku telah meninggalkan agama keluarga dan nenek moyang kami. Mereka berkata kepadaku, “Sungguh kamu telah tersesat dan tertipu dengan agama orang Arab.” Aku katakan, “Tidak ada seorang pun yang telah menipu dan menyesatkanku. Sesungguhnya Rasulullah Muhammad SAW datang kepadaku dalam mimpi untuk menunjukkan kebenaran dan agama yang benar yaitu agama Islam. Bukan agama orang Arab sebagaimana yang kalian katakan. Aku mengajak kalian kepada jalan yang benar dan memeluk Islam.” Mereka semua terdiam.
Kemudian mereka mencoba cara lain, yaitu membujukku dengan memberikan harta, kekuasaan dan pangkat. Mereka berkata, “Sesungguhnya Vatikan me-mintamu untuk tinggal bersama mereka selama enam bulan untuk menyerahkan uang panjar pembelian rumah dan mobil baru untukmu serta memberimu kenaikan gaji dan pangkat tertinggi di gereja.”
Semua tawaran tersebut aku tolak dan aku katakan kepada mereka, “Apakah kalian akan menyesatkanku setelah Allah memberiku hidayah? Demi Allah aku takkan pernah melakukannya walaupun kalian memenggal leherku.” Kemudian aku menasehati mereka dan kembali mengajak mereka ke agama Islam. Maka masuk Islamlah dua orang dari kalangan pendeta.
Alhamdulillah, Setelah melihat tekadku tersebut, mereka menarik semua derajat dan pangkatku. Aku merasa senang dengan itu semua, bahkan tadinya aku ingin agar penarikan itu segera dilakukan. Kemudian aku mengembalikan semua harta dan tugasku kepada mereka dan akupun pergi meninggalkan mereka,” Sily mengakhiri kisahnya.
Kisah masuk Islam Ibrahim Sily yang ia ceritakan sendiri kepadaku di kantorku, disaksikan oleh Abdul Khaliq sekretaris kantor Rabithah Afrika dan dua orang lainnya. Pendeta sily sekarang dipanggil dengan Da’i Ibrahim Sily berasal dari kabilah Kuza Afrika Selatan. Aku mengundang pendeta Ibrahim -maaf- Da’i Ibrahim Sily makan siang di rumahku dan aku laksanakan apa yang diwajibkan dalam agamaku yaitu memuliakannya, kemudian ia pun pamit. Setelah pertemuan itu aku pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk melaksanakan suatu tugas. Waktu itu kami sudah mendekati persiapan seminar Ilmu Syar’i I yang akan diadakan di kota Cape Town. Lalu aku kembali ke Afrika Selatan tepatnya ke kota Cape Town.

Ketika aku berada di kantor yang telah disiapkan untuk kami di Ma’had Arqam, Dai Ibrahim Sily mendatangiku. Aku langsung mengenalnya dan aku ucapkan salam untuknya dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan disini wahai Ibrahim.?” Ia menjawab, “Aku sedang mengunjungi tempat-tempat di Afrika Selatan untuk berdakwah kepada Allah. Aku ingin mengeluarkan masyarakat negeriku dari api neraka, mengeluarkan mereka dari jalan yang gelap ke jalan yang terang dengan memasukkan mereka ke dalam agama Islam.”


sumber : http://imanyakin.wordpress.com/

Someday


I hope this tears will stop running someday
 Someday after this darkness clear up
 I hope the warm sunshine dries these tears
 When I feel that I’m getting tired of looking me exhausted,
 I want to give all my dreams I’ve kept hard
 Every time I feel that I’m lacking in many things more than I have
 I lost strength in my legs and drop down
 I hope this tears will stop running someday

 Someday after this darkness clear up
 I hope the warm sunshine dries these tears
 Everyday I hold out comforting myself “it’ll be alright”
 But it makes me afraid little by little
 I tell myself to believe in myself, but I don’t
 Now I don’t know how longer I can hold out
 But wait it’ll come
 Although the night is long, the sun comes up

 Someday my painful heart will get well
 I hope it helps me now.

 I hope the God will help me
 I don’t have enough confidence more and more to overcome myself
 I hope this tears will stop running someday

 Someday after this darkness clear up
 I hope the warm sunshine dries these tears
 But wait it’ll come
 Although the night is long, the sun comes up

 Someday my painful heart will get well

 Someday… Someday…

Heello :)

 wahh lama juga ya aku gak posting hihihi :p
maklum orang sibuk (#plak)

Baru - baru ini aku baru buat heello loh XD (gak ada yg nanya) pertamanya sih rada-rada bingung .. maklum kan masi baru.. (._.)

oh iya listen aku dong >.<
listener ku dikit banget nihh... hehe

@Arzaa or http://heello.com/Arzaa okeh >_^

ntar ku list balik deh ..
ping aja yaa ..
thanks ^^
Listen me and ping to listbek too :)

Selasa, 02 Agustus 2011

Mary Stayed Out All Nights

  • Title: 매리는 외박중 / Maerineun Oebakjoong
  • Also known as: Marry Me, Mary!
  • Genre: Romance, comedy
  • Episodes: 16
  • Broadcast network: KBS2 

Mary Stayed Out All Night ini di ubah judulnya menjadi Marry Me Mary!
Episode 1 di buka dengan seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang sedang berjalan menggunakan gaun dan tuxedo sambil melemparkan bunga. Lalu dari belakang anak kecil itu muncul pasangan pengantin yang saling tersenyum dan mereka berhenti di depan altar.

Pasangan ini terlihat berbahagia namun kebahagiaan mereka terganggu dengan seorang laki-laki tua yang datang bersama seorang laki-laki muda dan laki-laki tua itu berkata, “Tidak! Pernikahan ini tidak resmi!” Pengantin perempuan sangat kaget melihatnya karena laki-laki tua itu adalah Ayahnya. Tamu undangan pun mulai berbisik-bisik bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Ayah dari pengantin perempuan itu langsung menarik laki-laki muda disisinya itu dan menyandingkannya dengan anak perempuannya itu. Pengantin perempuan kebingungan dan bertanya, “Ayah, apa yang kau lakukan?”
Suasana tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan. Anak kecil yang lucu tadi tiba-tiba berubah menjadi seperti zombi dan para tamu pun berubah menjadi zombi. Kedua laki-laki yang ada di sisi pengantin perempuan itu tiba-tiba terlihat seperti mayat yang kaku dan si laki-laki muda yang di bawa oleh Ayahnya itu dapat memutarkan kepalanya 180derajat. Si pengantin perempuan ketakutan dan mencoba melepaskan tangannya dari genggaman laki-laki muda itu namun tangannya tidak dapat di lepas. Seorang photographer maju ke depan pengantin perempuan dan si pengantin perempuan itu senyum di paksakan lalu fotopun diambil.
Wi Mae Ri (Moon Geun Young) terlihat sibuk mengarahkan para pekerja yang menyita seluruh perlengkapan di rumahnya itu. Dia terus berkata, “Paman berhati-hatilah barang itu lebih mahal dari yang terlihat! Hati-hati!”
Seluruh barang di rumah Mae Ri sudah habis disita dan di bawa pergi oleh para pekerja. Mae Ri masuk kedalam rumahnya yang kini benar-benar sudah tidak ada barang apapun dan dia duduk di tengah ruangan. Mae Ri memejamkan matanya lalu mulai menghitung satu hingga sepuluh. Pada kehitungan sepuluh, Mae Ri membuka matanya dan berkata, “Wooooow di sini banyak sekali ruangan kosong, hmm benar-benar bagus. Aku dapat bermain bola disini Woooah.”
Mae Ri keluar dari rumahnya itu lalu menuruni beberapa tangga dan dia kembali ke rumahnya dengan membawa koper orange yang sangat besar. Mae Ri lalu datang ke rumah tetangganya dan menunggu tetangganya itu membukakan pintu. Tetangganya membukakan pintu dan bertanya, “Apa mereka semua sudah pergi?” Mae Ri menjawab, “Ya.” Tetangganya itu pun mengeluarkan sebuah TV kecil dan memberikannya kepada Mae Ri.
Mae Ri kembali kedalam rumahnya dan mengeluarkan seluruh barang-barang di dalam koper orange itu, “Semua yang tersisa hanya pakaian ini. Aigooo Kapan aku dapat melanjutkan sekolahku? Aku ingin pergi sekolah.”
Mae Ri membereskan barang-barangnya itu sambil menonton TV dan dia melihat ada drama yang di bintangi oleh seorang artis. Mae Ri berkomentar, “Wow itu Seo Joon. Dia sangat cantik saat itu. Apakah sekarang dia tidak bermain drama lagi? Dia dapat berakting dengan baik.” Mae Ri melihat barang-barangnya yang masih menumpuk dan belum di rapihkan, “Aigoo… Kapan aku akan selesai membereskan barang-barang ini?” Mae Ri mengeuarkan barang-barang dari kopernya dan dia melihat ada kompor kecil dan juga panci kecil. Mae Ri senang melihat hal itu dan berkata, “Hmm baiklah aku akan makan terlebih dahulu.”
Mae Ri pergi ke dapur dan siap untuk memasak ramen namun dia tidak jadi memasak ramen karena melihat ada masakan di dalam toples, “Karena aku tidak memiliki kulkas, makanan ini pati akan busuk. Aku tidak akan membiarkannya terjadi!” Mae Ri pun mulai mencampurkan semua makanan itu dan memakannya sambil menonton TV.
Tokyo, Jepang.
Seorang laki-laki tua bernama Jung Suk sedang duduk di dalam sebuah ruangan sambil menatap Photo seseorang yang mirip dengan Mae Ri. Tuan Jung meletakan photo seseorang yang mirip Mae Ri lalu menonton sebuah acara pencarian bakat.
Dalam acara itu seorang wanita Jepang sedang menyanyikan sebuah lagu sambil bergaya. Para Juri yang melihat itu bertepuk tangan kecuali satu orang yaitu Byun Jung In yang merupakan anak dari Tuan Jung. Wanita Jepang itu berkata, “Terima kasih. Aku akan berusaha lebih keras.” Jung In memotong pembicaraan dan berkata, “Tidak! Ini cukup, kau Tidak perlu berusaha lebih keras!” Para Juri kebingungan dan bertanya, “Jung In san apa yang kau bicarakan?” Jung In menjawab, “Tidak peduli seberapa keras dia berusaha, jika dia tidak memiliki talenta maka dia tidak akan berhasil.” Si wanita Jepang itu terlihat kecewa dan para Juri kebingungan.
Di ruangannya Tuan Jung, ada seorang pekerja yang datang dan berkata, “Direktur, aku benar-benar meminta maaf. Semua yanga da di Korea sudah aku kerahkan tapi mereka tidak dapat menentukan daerah perumahan ini. Ini sepertinya terlihat sulit. Aku meminta maaf, kumohon maafkanlah aku. Kami sudah membuat negosiasi dengan sebuah rumah sakit di Korea.” Tuan Jung yang sedang membersihkan samurainya langsung menyimpan samurainya dan diam saja.
Jung In masuk kedalam ruangan Tuan Jung dan semua body guard Tuan Jung dan si laki-laki pekerja itu pun keluar dari ruangan itu. Jung In bertanya, “Apa kau sudah membaca dokumen bisnis itu?” Tuan Jung menjawab, “Produksi drama ini sama seperti perjudian. Jika ini sukses maka keuntungan akan datang dengan sangat baik, namun jika ini gagal maka kita akan berakhir dalam satu kali kesempatan.” Jung In meyakinkan Ayahnya itu bahwa dia tidak akan mengecewakan.
Tuan Jung berkata, “Bagiku investasi ini akan terjadi jika dalam satu kondisi. Jika seorang laki-laki ingin bekerja maka dia perlu untuk menegakkan kepalanya. Dia perlu melakukan hal itu untuk menjadi lelaki dewasa. Lelaki yang sudah menikah dan memiliki keluarga adalah laki-laki sebenarnya. Ya itu dapat menyelesaikan semua persoalan dan ada sesuatu yang tidak pernah aku sanggup penuhi. Aku ingin kau melakukan bisnis ini dengan sangat baik.” Jung In menatap Ayahnya itu dan berkata, “Aku mengerti, Ayah.”
Mae Ri masih menonton TV di rumahnya dan tiba-tiba dia mendengar ada suara seseorang yang berusaha masuk kedalam rumahnya. Mae Ri jelas takut dan bertanya, “Siapa itu? Hey aku bertanya, Siapa itu?” Pintu terbuka dan laki-laki tua di depan pintu itu berkata, “Ini aku Ayahmu!” Mae Ri kaget dan langsung meminta Ayahnya untuk masuk kedalam rumah.
Mae Ri memberikan makanan dan minuman pada Ayahnya itu. Ayahnya berkata, “Mae Ri, Ayah sudah lelah dan tidak sanggup bertahan lebih lama lagi.” Mae Ri berkomentar, “Itulah mengapa aku memintamu untuk berhenti melakukan ini semua. Berhentilah melakukan bisnis. Berhentilah mempercayai orang lain karena itulah yang membuat kau mudah di tipu.” Ayah Mae Ri bertanya, “Lalu apa yang harus ayah lakukan? Apa yang harus Ayah lakukan sekarang?” Mae Ri menjawab, “Tenang saja. Kita akan memulainya dari awal. Kita akan menghasilkan banyak uang dan dapat membayar semua hutang.”
Ayah Mae Ri berkata, “Apa kau tau berapa hutang kita? Itu lebih dari seratus juta won. Sampai kapan kita harus membyaranya?” Mae Ri kesal dan marah, “Itu lah yang salah denganmu Ayah! Kau mencoba untuk terus menjaganya dan itulah sebabnya kau gagal!”
Tiba-tiba pintu rumah ada yang mengetuk dan ada suara teriakan kencang, “Hey Wi Dae Han! Kau ada di rumah bukan? Bukalah pintunya!” Mae Ri dan Ayahnya sama-sama kaget dan langsung cepat-cepat mematikan lampu rumah lalu bersembunyi di bawah selimut. Para penagih hutang itu datang dan terus mengetuk-ngetuk pintu rumah untuk menagih hutang keluarga Wi.
Mae Ri keluar rumah dan menemui para penagih hutang yang langsung bertanya, “Dimana Ayahmu itu Wi Dae Han?” Mae Ri berkata, “Aku lelah sekali. Siapa kalian ini?” Para penagih hutang kembali bertanya, “Hey kami bertanya dimana ayahmu itu?” Mae Ri menjawab, “Wi Dae Han itu bukan ayahku! Ibuku menikah dengan lelaki itu sehingga aku tidak punya hubungan darah sama sekali dengannya! Aku pun sering di pukuli olehnya, Lagi pula aku ditipu olehnya dan uang tabunganku di bawa pergi. Untuk apa aku melindunginya? Dan lagi besok adalah peringatan kematian ibuku, kenapa hal ini harus terjadi?”
Para Penagih hutang terdiam mendengar Mae Ri yang marah-marah seperti itu. Mae Ri berkata, “Jika kalian menemukan dia maka kalian harus menghubungi aku juga.” Para penagih hutang mengerti dan berkata, “Baiklah kau sudah cukup menderita. Kami pergi.”
Mae Ri masuk kedalam rumah dan dia menemui Ayahnya itu dengan senang karena berhasil menipu para penagih hutang itu. Pintu rumah Mae Ri tidak tertutup dengan rapat sehingga para penagih hutang itu mendengar pembicaraan Mae Ri dan tau bahwa Mae Ri berbohong. Mae Ri panik dan langsung mengunci pintu rumah. Para Penagih hutang memberontak dan berkata, “Bukalah pintu ini!” Mae Ri membalas, “Paman, jika kau menjadi aku apa kau akan membukakan pintu ini juga?”
Para penagih hutang itu marah-marah dan meminta agar pintu rumah segera di buka, bahkan para penagih hutang itu berkata bahwa Mae Ri dan Ayahnya sangat pintar berakting dan sebaiknya ikut opera saja. Ayah Mae Ri panik untuk memikirkan jalan keluar. Mae Ri membuka jendela dan meminta Ayahnya itu agar kabur dari jendela itu. Ayah Mae Ri sempat menolak karena dia ketakutan namun akhirnya dia mau kabur melalui jendela setelah Mae i terus mendesaknya dan mendorong agar kabur dari jendela.
Ayah Mae Ri kabur dari jendela dan ternyata Para penagih hutang melihat hal itu sehingga mereka mengejar Ayah Mae Ri yang berlari kabur. Para penagih hutang itu terus berteriak memanggil nama Ayah Mae Ri namun Ayah Mae Ri tidak menyerah dan terus berlari pergi untuk menghindari para penagih hutang tersebut.
Mae Ri diam sendiri di rumahnya sambil menonton TV. HPnya berbunyi ada telfon dari So Ra temannya Mae Ri yang mengajak Mae Ri untuk pergi keluar namun Mae Ri menolak dan beralasan bahwa dia sedang menonton drama. So Ra bilang bahwa Ji Hye teman mereka itu sedang mabuk dan tentu saja Mae Ri kaget mendengarnya.
Mae Ri menerima bayaran dari Ji Hye untuk mengendarai mobilnya dan Mae Ri berkata, “Ya kau sebaiknya panggil aku saja dari pada memanggil taxi. Aku akan memberikan setengah harga.” Ji Hye berkomentar, “Mae Ri, kau benar-benar berubah sejak tahun lalu.” Mae Ri tersenyum dan berkata, “Aku tidak ada pilihan lain. Jika aku ingin kembali sekolah maka aku harus mulai mencari uang yang banyak dari sekarang.” So Ra kasian melihat Mae Ri yang begitu dan bertanya, “Mae Ri apa kau tidak mau pergi bersama kita karena kau tidak ingin menghabiskan uangmu?” Mae Ri menjawab, “Aku tidak ingin mendengar hal itu jadi aku tidak ingin pergi.”
So Ra berkata, “Ayolah bermain bersama kami. Kau itu kurang cukup bermain Mae Ri.” Mae Ri tersenyum dan menjawab, “Baiklah karena kau sudah membayarku untuk mengendarai mobil ini maka aku akan bermain bersama kalian.” Ji Hye dan So Ra langsung berteriak senang dan mencari tempat tujuan mereka pergi. Ji Hye berkata, “Haruskah kita ke Hongdae?” So Ra menjawab dengan antusias, “Ya ayo kita ke Hongdae!!” Mae Ri mengerti dan berkata, “Baiklah kita akan pergi ke Hongdae!”
Moo Kyul (Jang Geun Suk) sedang berjalan sambil membawa gitarnya dan mendengarkan lagu. Dia berjalan santai di jalanan yang penuh dengan pejalan kaki.
Mae Ri mengendarai mobil dan mulai memasuki kawasan Hongdae. Mae Ri tidak begitu mengenal kawasan itu sehingga dia bertanya pada kedua temannya, “Aku hanya melihat cafe disini. Dimana clubnya? Hey aku tidak tahu kawasan ini, kemana aku harus menyetir?” So Ra menjawab, “Aku juga tidak tahu pasti kawasan ini. Teruslah menyetir hingga kita menemukan tempat yang bagus.”
Mae Ri terus melirik ke kanan dan ke kiri kawasan Hongdae untuk mencari club dan dia tidak melihat jalan di depan sehingga secara tiba-tiba dia menginjak remnya karena ada sesuatu yang terjatuh di depan mobil. Mae Ri panik dan berkata, “Aku sepertinya menabrak seseorang.” Ji Hye dan So Ra ikut panik dan ketakutan. Mae Ri turun dari mobil untuk memastikan apa yang dia tabrak dan dia berkata pada Ji Hye dan So Ra yang masih ada di dalam mobil, “Ini seorang manusia.” Ji Hye dan So Ra menjerit dan berkata, “Apa yang harus kita lakukan?”
Banyak orang yang melihat kejadian itu dan itu membuat Mae Ri semakin panik. Mae Ri menghampiri orang yang di tabraknya itu yang masih terkapar di jalan. Mae Ri berkata, “Permisi… Bangunlah. Oh Tuhan apa yang harus ku lakukan? Hey Apa kau tidak apa-apa?” Orang yang di tabrak itu mulai sadar dan dia adalah Moo Kyul. Mae Ri terus menatap Moo Kyul untuk beberapa saat hingga akhirnya dia sadar bahwa tangan Moo Kyul berdarah, “Tanganmu berdarah, apa kau tidak apa-apa?” Moo Kyul menjilat lukanya yang berdarah itu dan menjawab, “Tidak apa-apa.”
Moo Kyul mulai berdiri untuk memasang earphone-nya dan dia berkomentar pelan, “Huh aku terlambat.” Moo Kyul berjalan pergi dan krumunan orang yang tadi berkumpul pun mulai bubar. Mae Ri masih panik dan terus bertanya, “Apa kau benar tidak apa-apa?” Moo Kyul tidak mendengar pertanyaan Mae Ri dan terus berjalan pergi.
Ji Hye dan So Ra turun dari mobil lalu bertanya, “Mae Ri apa yang di katakan?” Mae Ri mejawab, “Dia bilang bahwa dia baik-baik saja.” Ji Hye menatap Moo Kyul dari belakang dan bertanya pada Mae Ri, “Dia itu siapa? Pengemis?” Moo Kyul berbalik ke belakang untuk menatap Mae Ri sesaat lalu berjalan pergi kembali. So Ra melihat wajah Moo Kyul dan berkomentar, “Wow dia tampan. Dia pengemis bunga yang tampan.” Mae Ri masih khawatir masalah tabrakan itu sehingga dia bertanya, “Dia tadi berkata bahwa dia baik-baik saja… Itu artinya dia baik-baik saja kan?”
Ji Hye sadar bahwa dari tadi Moo Kyul beberapa kali melihat ke arah mereka dan Ji Hye bertanya pada Mae Ri dan So Ra, “Apa dia melihat plat mobilku? Lihatlah dia beberapa kali melirik kemari. Aku pikir dia itu penipu. Bagaimana jika dia bilang bahwa dia baik-baik saja sekarang tapi di kemudian hari dia akan meminta uang padaku?” So Ra juga panik dan berfikir, “Bagaimana jika dia menuntut uang tabrak lari dari kita?” Mae Ri ikut panik dan bertanya, “Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?”
Ji Hye berkata, “Mae Ri kau yang menyetir!” Mae Ri takut dan bertanya, “Apa aku yang harus membayar denda itu?” Ji Hye menganggukan kepalanya dan So Ra berkata histeris, “Mae Ri bagaimana ini? Apa yang akan kamu lakukan?” Mae Ri panik dan mulai mengejar Moo Kyul.
Moo Kyul berjalan dengan cepat dan Mae Ri sulit menyusulnya apalagi jalanan sungguh ramai oleh pejalan kaki. Mae Ri terus berusaha megejar Moo Kyul namun pada akhirnya dia kehilangan jejak Moo Kyul. Mae Ri melihat ada sebuah pintu terbuka menuju ke sebuah tempat konser rock. Mae Ri bertanya-tanya, “Hmm apakah dia masuk ke sini?” Mae Ri pun masuk kedalam tempat konser itu.
Konser di dalam sudah dimulai. Mae Ri merasa bising sekali di dalam tempat itu dan dia mulai mencari Moo Kyul. Mae Ri terdiam sesaat saat melihat ada seorang pria di atas panggung dan sedang bernyanyi, Mae Ri memuji pria tersbeut “Wow keren….” Mae Ri terus melihat pria itu dan dia menyadari sesuatu, “Bukankah itu pria yang miskin itu?” Ya pria yang sedang bernyanyi di atas panggung itu adalah Moo Kyul.
Mae Ri mencba menarik perhatian Moo Kyul dengan melompat-lompat dan berteriak menanyakan keadaan Moo Kyul namun karena keadaan tempat yang bising sehingga Moo Kyul sama sekali tidak mendengarnya. Mae Ri terus melompat-lompat dan dia menginjak kaki seorang wanita. Mae Ri melihat wanita itu dan bertanya, “Apa kau Seo Joon yang artis itu?” Wanita itu kaget dan diam saja. Mae Ri meminta maaf atas tebakannya yang begitu saja dan wanita itu pun pergi.
Mae Ri kembali melihat Moo Kyul yang sedang bernyanyi dan dia berkomentar, “Hmm pengemis bunga itu sepertinya baik-baik saja. Dia benar-benar bersemangat. Itu melegakanku.” Soo Ra menelfon Mae Ri dan Mae Ri langsung mengangkatnya. Mae Ri bilang bahwa dia tidak begitu jelas mendengar suara Soo Ra karena keadaan yang bising dan lagi dia tidak tahu dimana keberadaannya sekarang ini. Soo Ra menanyakan keadaan pengemis bunga yang di tabrak tadi dan Mae Ri bilang bahwa dia baik-baik saja. Mae Ri menutup telfon dan berniat berjalan keluar namun dia menghentikan langkahnya untuk berbalik dan berkata, “Tidak. Aku tidak dapat membiarkannya karena mungkin saja dia akan melaporkan pada polisi.”
Mae Ri mengeluarkan HPnya dan memotret Moo Kyul yang sedang bernyanyi itu dan dia tersenyum saat melihat hasil fotonya. Karena keadaan sangat bising, Mae Ri pun mulai berteriak, “Disini bising sekali! Berisik!!!!”
Moo Kyul sudah selesai konser dan dia pun berjaan keluar dari tempat konser itu. Dan terlihat ada Seo Joon si artis itu yang diam-diam memperhatikan Moo Kyul dari belakang.
Mae Ri berdiri di dekat pintu keluar artis dan dia bertanya pada salah seorang penggemar yang juga sedang berdiri di dekat pintu keluar, “Apakah nanti penyanyi yang tadi akan keluar dari sini?” Penggemar itu menjawab, “Ya dia akan keluar dari sini.” Mae Ri kembali bertanya, “Kapan itu?” Penggemar itu menjawab, “Seharusnya sekarang tapi entahlah.”
Para penggemar yang berkumpul di pintu keluar cukup banyak dan mereka mulai menjerit histeris saat melihat Moo Kyul keluar dari pintu. Moo Kyul memberikan tanda tangannya dan memeluk para penggemarnya itu. Mae Ri menghampiri Moo Kyul dan berkata, “Permisi… Apa kau mengingatku? Ingatlah kejadian tadi.” Moo Kyul kebingungan dan bertanya, “Mi Nyu Gi? Ah Ji Hye?” Moo Kyul memeluk Mae Ri secara tiba-tiba dan pergi begitu saja. Mae Ri masih bengong namun dia akhirnya sadar dan berkata, “Bukan itu yang aku maksudkan! Hey kau bisakah kita berbicara sebentar!” Mae Ri terus berteriak seperti itu namun Moo Kyul tidak mendengarkannya karena terlalu sibuk dengan para penggemarnya.
Mae Ri mengikuti Moo Kyul dari belakang dan dia kehilagan jejak Moo Kyul. Namun beberapa saat kemudian dia melihat Moo Kyul yang sedang berbicara dengan seorang wanita. Wanita itu marah-marah dan menampar Moo Kyul. Moo Kyul tidak mempedulikan wanita itu dan langsung pergi. Mae Ri kaget melihat kejadian itu dan berkata, “Dia membuat wanita itu menangis. Aku pikir dia itu laki-laki yang jahat. Tapi sesungguhnya dia bisa saja melaporkanku yang melakukan salah…”
Mae Ri terus mengikuti Moo Kyul yang bertemu dengan seorang wanita di sebuah cafe. Mae Ri berkomentar, “Dia bertemu dengan wanita lain setelah dia putus. Dia benar-benar playboy. Ada sesuatu yang mencurigakan dari laki-laki itu. Jika aku tidak mengatur hal ini, konsukuensinya akan sangat besar.”
Wanita yang bertemu dengan Moo Kyul itu membahas tentang penampilan Moo Kyul dan Moo Kyul harus membuat semacam gerakan saat ada di atas panggung untuk first stage-nya Moo Kyul nanti. Moo Kyul terlihat tidak peduli dan bertanya, “Sejak kapan ada band yang membuat gerakan seperti tarian?” Wanita itu menjawab, “Kenapa kau bersikap seperti ini? Kau tidak bisa berkembang jika bersama mereka.” Moo Kyul sudah kesal dan berkata, “Jika bukan dengan bandku dan bukan dengan music yang aku sukai maka aku tidak akan melakukannya.” Wanita itu berkomentar, “Huh kau ini benar-benar tidak menyadari reslistis. Lakukanlah apa yang aku katakan padamu. Jika kau ingin membatalkan kontrak kita maka kita bisa pergi ke pengadilan. Kau harus membayar kerugian 3 kali lipat.”
Moo Kyul melihat surat kontrak itu dan langsung merobeknya. Wanita itu marah dan berkata, “Apa yang kau lakukan? Kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja jika kau melakukan hal ini?” Moo Kyul mengeluarkan sebuah amplop dan menyerahkannya pada wanita itu. Wanita itu melihat amplop dan berkata, “Apa ini? Apa kau menyerahkan kembali deposit keamananmu atau sesuatu?” Moo Kyul menjawab, “Ya. Aku tidak ingin berdebat kembali jadi biarkan aku pergi.” Wanita itu mulai marah dan berkata, “Hey apakah kau tau berapa besar investasiku yang kuberikan padamu selama 3 bulan ini?” Moo Kyul menjawab, “Ini seluruh warisanku dan aku tidak memiliki apapun yang tersisa lagi.”
Wanita itu berkata, “Baiklah. Seujujurnya kau ini bukan tipe orang yang mendengarkan ucapanku dan aku lelah bekerja denganmu.” Moo Kyul menarik amplop yang tadi dia berikan pada wanita itu, wanita itu kaget dan bertanya, “Hey apa kau ingin mengambil kembali uang itu?” Moo Kyul mengambil selembar uang dan berkata, “Pergilah.” Wanita itu mengambil amplop berisi uang dan berkata, “Baiklah aku pergi dan aku akan membayar minuman ini.” Wanita itu pergi dan Moo Kyul tersenyum.
Mae Ri langsung menghampiri Moo Kyul yang masih duduk dan berkata, “Hallo aku penggemarmu, bisakah kau tanda tangan disini?” Moo Kyul bertanya, “Siapa namamu?” Mae Ri menjawab, “Wi Mae Ri.” Moo Kyul memberikan tanda tangan di kertas dan tanda tangan itu sangat besar dan ada nama Mae Ri. Mae Ri terlihat kecewa dan berkata, “Hmm bukankah ini terlalu besar?” Moo Kyul bertanya, “Apa ada masalah dengan ini?” Mae Ri menjawab, “Tidak. Tapi bisakah kau menuliskan namamu dengan huruf kecil disini.” Moo Kyul menuliskan namanya dengan huruf kecil di sudut kertas. Setelah menuliskan namanya, Moo Kyul biasanya memeluk fansnya namun Mae Ri langsung menolak, “Tidak perlu. Tidak perlu seperti itu. Terima kasih banyak. Terima kasih.” Mae Ri langsung pergi dan Moo Kyul duduk sendirian dengan perasaan curiga.
Mae Ri berlari keluar dari cafe itu dan dia sangat senang karena dia berhasil mendapatkan tulisan tangan Moo Kyul. Ternyata Mae Ri ada maksud tersembunyi dengan meminta tulisan tangan Moo Kyul itu. Ya Mae Ri berniat membuat sebuah kontak perjanjian agar Moo Kyul tidak menuntutnya suatu hari nanti atas kejadian tabrakan tadi.
Mae Ri menulis surat kontrak itu di sebuah kursi dan ternyata Moo Kyul melihat hal itu dari dataran yang lebih tinggi dari kursi itu dan tentu saja Mae Ri awalnya tidak menyadari kehadiran Moo Kyul. Moo Kyul merebut kertas itu dan bertanya, “Apa ini?” Mae Ri sangat kaget dan sulit menjelaskannya. Moo Kyul mengangkat kertas itu tinggi-tinggi sehingga Mae Ri melompat-lompat untuk mengambil surat kontrak itu. Moo Kyul langsung merobek kertas perjanjian itu dan membuat Mae Ri melongo kaget. Moo Kyul berjalan pergi meninggalkan Mae Ri yang berteriak meminta berbicara dengan Moo Kyul untuk sesaat.
Akhirnya Mae Ri berbicara bersama dengan Moo Kyul di sebuah tempat minum. Mae Ri bertanya, “Apa kau benar-benar tidak apa-apa?” Moo Kyul menjawab, “Aku sudah katakan bahwa aku baik-baik saja.” Mae Ri menyerahkan sebuah kertas dan berkata, “Kalau begitu tanda tangani ini.” Moo Kyul bertanya, “Apa kau pernah ditipu?” Mae Ri menjawab, “Ya pernah. Maka dari itu aku tidak percaya pada orang selain keluargaku.”
Moo Kyul berkomentar pelan lalu menawarkan Mae Ri untuk minum namun Mae Ri menolaknya karena jika dia mabuk maka dia akan melupakan segalanya. Moo Kyul terus menatap Mae Ri sehingga Mae Ri pun berkata, “Baiklah… Jika aku minum ini sekali maka kau harus bersedia menandatanganinya.” Mae Ri meminum segelas soju dan berkata, “Sudah. Kau harus menandatanganinya.” Moo Kyul berkomentar, “Aku tidak pernah menangdatangani hal seperti itu lagi.” Mae Ri kesal dan bertanya, “Apa kau pernah tertipu?” Moo Kyul menganggukan kepalanyaa.
Mae Ri bertanya, “Apa kau minum karena itu?” Moo Kyul kembali mengangguk dan menjawab, “Ya. Karena moodku sedang buruk jadi minum saja.” Mae Ri menolak dan bilang bahwa dia tidka bisa minum terlalu banyak namun Mae Ri langsung berfikir dan berkata dalam hati, “Ah dia sudah sedikit mabuk, jika aku membuat dia minum beberapa gelas saja maka dia akan benar-benar mabuk dan menandatangani kontrak itu.” Mae Ri berkata, “Karena kau sedang dalam mood yang buruk maka aku akan menuangkan soju ini untukmu. Minumlah.” Moo Kyul tidak langsung minum dan menuangkan soju pada gelasnya Mae Ri. Mae Ri dengan lemas menerima gelas soju itu.
Mae Ri sengaja duduk menyamping dan membuang soju itu. Moo Kyul melihat itu dan berkomentar, “Jangan membuang itu!” Mae Ri kaget dan bertanya, “Apa kau melihatnya?” Moo Kyul mengangguk dan berkata, “Kau melanggar peraturan. Sekarang kau harus meminum 2 gelas.” Moo Kyul menuangkan soju ke gelas Mae Ri dan Mae Ri meminumnya. Moo Kyul tersenyum melihat hal itu.
Mereka mabuk dan keluar dari tempat minum itu. Moo Kyul mengenggalmtangan Mae Ri dan bernyanyi pelan. Mae Ri melepaskan genggaman tangan itu dan berkata, “Biarkan aku pergi. Ah ini surat kontrak itu.” Moo Kyul melihat surat kontrak itu dan bertanya, “Surat perjanjian apa ini? Kau ini benar-benar menyebalkan dan sangat lucu juga.” Moo Kyul mencubit pipi Mae Ri dan Mae Ri langsung marah, “Apa kau gila? Moodku hari ini sungguh buruk.” Moo Kyul bertanya, “Moodmu buruk? Kenapa kenapa kenapa?” Mae Ri menjawab, “Ini semua karenamu dan karena rumahku… Apa kau tau seberapa lelahnya aku hari ini?” Moo Kyul berkomentar, “Kau tidak boleh lelah!”
Moo Kyul tiba-tiba memeluk Mae Ri dan Mae Ri mendorongnya sambil marah-marah, “Apa kau gila? Kau melakukan kontak fisik hanya karena mabuk. Aku akan mati.” Mae Ri mencari Moo Kyul di sekelilingnya namun dia tidak menemukannya dan itu membuat Mae Ri berkomentar, “Ah lupakan itu. Dirimu yang kekanak-kanakan itu aku menolak semua itu! Huh aku akan pulang saja.” Mae Ri berjalan pergi dan tiba-tiba Moo Kyul muncul di hadapannya sambil memegang bunga kol. Mae Ri jelas kebingungan melihat bunga kol yang di bawa oleh Moo Kyul itu.
Moo Kyul memberikan bunga kol pada Mae Ri dan terus tertawa sementara Mae Ri melihat bunga kol itu dengan wajah kecewa. Moo Kyul tiba-tiba menghentikan tawanya dan mendekat ke arah Mae Ri karena dia melihat ada luka di kening Mae Ri. Moo Kyul menyibakkan poni Mae Ri dan bertanya, “Apa ini?” Mae Ri kaget dan langsung menutupi lukanya dan menjawab, “Aku mendapatkan luka ini saat masih kecil.” Moo Kyul masih penasaran dengan luka itu dan berkata, “Sepertinya lukanya cukup berat, karena kau wanita pasti kau mengalami kesulitan karena luka itu.” Mae Ri berkata, “Aku tidak mengalami kesulitan apapun! Bukan karena luka ini maka aku memiliki poni yang tebal. Ini memang gayaku.”
Mae Ri merapihkan poninya untuk menutupi kembali lukanya itu. Moo Kyul kembali menyibakkan poni itu dan melihat luka Mae Ri lebih dekat, “Ini sangat cantik. Bekas luka ini seperti tanda sihir Harry Potter.” Mae Ri heran mendengarnya dan bertanya, “Apa itu Harry Potter?” Moo Kyul mendekat ke Mae Ri dan mencium kening Mae Ri. Mae Ri kaget dicium secara mendadak seperti tu dan dia masih terus tidak menyangka.
Moo Kyul berjalan pergi dan Mae Ri memegang keningnya sambil tersenyum dan berkata, “Jiwanya benar-benar sangat bebas ya.” Mae Ri berjalan mengikuti Moo Kyul dari belakang dan saat melihat kedepan, Moo Kyul sudah tidak ada. Mae Ri berkomentar, “Kemana dia pergi? Dia membuat hatiku berdetak cepat dan sekarang dia menghilang…”
Mae Ri melihat ke sebuah gang dan dia menemukan Moo Kyul yang duduk di jalanan itu. Mae Ri menghampiri Moo Kyul dan berkata, “Huh dia tidak seperti kucing jalanan. Apa yang kau lakukan di jalan? Hey kau, bangun! Jika kau tidur seperti ini maka kau bisa sakit.” Moo Kyul tidak juga terbangun dan akhirnya Mae Ri ikut merasa lelah dan duduk di samping Moo Kyul sambil berkomentar, “Ini benar-benar gila… Aku sungguh lelah. 1 Hari ini terasa seperti 3 hari 4 malam. Aku merasa ingin mati saja.” Dan akhirnya Mae Ri pun tertidur di sisi Moo Kyul.
Mae Ri terbangun dan berkata, “Dingin sekali… Aku tidak terbiasa tidur tanpa selimut. Aku merasa pusing huh aku bahkan tidak ingat jam berapa aku pulang ke rumah.” Mae Ri melihat bunga kol yang sudah layu dan dia kaget, Mae Ri tambah kaget saat melihat ada gitar Moo Kyul di rumahnya. Mae Ri berkomentar, “Sepertinya aku membawa gitar ini saat aku mabuk, apa yang harus kulakukan? Ini kebiasaanku jika mabuk.”
Mae Ri membuka tempat gitar itu dan melihat ada foto seorang wanita yang memegang anak anjing. Mae Ri bertanya-tanya, “Hmm apakah wanita ini lebih tua darinya? Dia pasti di kelilingi oleh banyak wanita. Ah apakah dia juga pulang ke rumah? Lalu bagaimana aku mengembalikan gitar ini padanya? Aku bahkan tidak mendapatkan kontrak itu dari dia karena aku mabuk. Dia seharusnya baik-baik saja bukan? Ah tidak tahu!!” Mae Ri berbaring di lantai karena kebingungan. Mae Ri melihat HPnya dan sadar bahwa dia telat datang ke tempat kerjanya.
Mae Ri pergi ke kamar untuk mengambil tasnya dan dia tidak sempat untuk berganti baju. Mae Ri pergi keluar drai rumah dan terlihat selimut yang ada di tengah ruangan itu bergerak dan di dalam selimut itu ada Moo Kyul yang sedang tertidur.
Mae Ri bekerja menjadi office girl di sebuah perusahaan. Saat direktur perusahaan melewati Mae Ri, Mae Ri langsung menyapanya “Direktur, bagaimana? Apakah pekerjaanmu selesai dengan baik?” Direktur itu menatap Mae Ri kasihan lalu meminta Mae Ri untuk berbicara dengannya sebentar.
Mae Ri pulang ke rumah dengan lemas dan ternyata Direktur perusahaan itu memecatnya karena keadaan perusahaan yang sedang dalam ujung tanduk dan dia tidak mungkin memecat karyawan sehingga Mae Ri lah yang di pecat. Mae Ri duduk di tengah ruangan dan mulai menghitung 1 hingga 10 sambil memejamkan matanya. Saat dia membuka kembali matanya, Mae Ri berkata dengan riang, “Benar… mereka tidak membayar banyak padaku dan aku hanya mengerjakan tugas-tugas kecil saja. Aku rasa aku akan mendapatkan pekerjaan lain.”
Mae Ri menyalakan TV dan bilang bahwa dia sudah lama sekali tidak menonton TV pada siang hari seperti ini. Mae Ri menonton drama dan membuka kaos kakinya. Mae Ri berjalan menuju kamar mandi sambil matanya terus menatap ke TV. Pintu Kamar mandi terbuka dan Mae Ri sangat kaget saat melihat Moo Kyul baru keluar dari kamar mandi. Moo Kyul bertanya, “Apa kau memiliki conditioner?” Mae Ri balik bertanya, “Kenapa kau ada disini? Bagaimana bisa kau menemukan rumahku?” Moo Kyul menjawab dengan santai, “Kita datang bersama kemarin.” Mae Ri kaget mendengarnya, “Hah bersama? Aku pulang bersama denganmu?”
Moo Kyul mengeringkan rambutnya yang basah dan menjawab, “Ya aku menggendongmu kemari karena kau tertidur di jalan dan kau bilang harus pulang ke rumah.” Mae Ri berkata, “Seharusnya kau segera pergi setelah mengantarkan aku pulang!” Moo Kyul bilang bahwa dia juga lelah sehingga tertidur di rumah Mae Ri. Mae Ri berkata, “Kalau begitu seharusnya kau segera pergi setelah bangun. Kenapa kau masih disini?” Moo Kyul berkomentar, “Hey aku baru bangun. Dan lagi bagaimana mungkin di rumah seorang gadis tidak ada conditioner.” Mae Ri kesal dan berkata, “Sudah jam berapa ini, kenapa kau baru bangun? Kau ini masih muda, apa kau tidak bekerja?” Moo Kyul menjawab dengan santai, “Hari ini aku tidak ada konser.”
Mae Ri cepat-cepat meminta Moo Kyul pergi dan mendorong Moo Kyul agar segera keluar dari rumahnya namun Moo Kyul tidak mau keluar karena rambutnya belum selesai di keringkan. Mae Ri berkata, “Seseorang yang sudah memiliki pacar segarusnya tidak bertindak seperti ini.” Moo Kyul kebingungan dan bertanya, “Pacar?” Mae Ri menjawab, “Ya ada fotonya di tempat gitarmu itu.” Moo Kyul mengerti dan berkata, “Aaah So Young?” Mae Ri mengikuti ucapan Moo Kyul dan berkata, “Aaah kenapa kau tidak pergi ke tempat So Young saja? Cepatlah pergi.”
Mae Ri mendorong pinggang Moo Kyul agar segera pergi dan tiba-tiba Moo Kyul berteriak kesakitan. Mae Ri kebingungan dan Moo Kyul menarik bajunya untuk memperlihatkan pinggangnya yang membiru akibat menggendong Mae Ri kemarin dan lagi kemarin dia tertabrak oleh mobil yang di kendarai oleh Mae Ri. Mae Ri jelas kaget mendengar hal itu.
Moo Kyul asik menonton TV sementara Mae Ri mengolesi pinggang Moo Kyul dengan obat. Mae Ri bertanya, “Apakah sebaiknya kau pergi ke rumah sakit saja?” Moo Kyul menjawab, “Ini tidak begitu buruk.” Mae Ri merasa lega mendengar hal itu namun di dalam hati dia berkata, “Ya jika kau pergi ke rumah sakit maka kau seorang penakut!” Mae Ri tidak sengaja terlalu menekan pinggang Moo Kyul yang sakit sehingga Mo Kyul berkata, “Berhati-hati lah.” Mae Ri dengan pasrah menjawab, “Ya baiklah…” Mae Ri dalam hati kembali berkata, “Sudah kuduga akan seperti ini. Aku seharusnya mendapatkan kontrak itu kemarin. Bagaimana jika dia melaporkan aku sebagai pelaku tabrak lari?Siapa identitas aslinya itu?”
Moo Kyul tiba-tiba bertanya, “Berapa umurmu?” Mae Ri menjawab, “24 tahun.” Moo Kyul berkomentar, “Ah jadi umur kita sama.” Mae Ri kaget dan berkata dalam hati, “APA? Si berengsek ini… Aku berbicara dengan bahasa formal sementara dia menggunakan bahasa informal di depanku.” Moo Kyul seperti mengerti dengan pikiran Mae Ri makanya dia berkata, “Berbicaralah dengan bahasa yang informal.” Mae Ri berkomentar, “Tidak apa-apa. Aku tidak biasa berbicara informal dengan seseorang yang membuatku tidak nyaman.” Moo Kyul bertanya, “Tidak nyaman?”
Mae Ri pun menjelaskannya, “Ya maksudku situasi kita ini tidak nyaman.” Moo Kyul bertanya kembali, “Siapa namamu?” Mae Ri menjawab, “Namaku Wi Mae Ri. Mae Ri.” Moo Kyul berfikir sesaat dan berkata, “Mae Ri? Merry Christmas?” Mae Ri berkomentar, “Kalimat itu adalah yang paling aku benci. Nama yang sangat kekanak-kanakan dan itu lah yang selalu di ucapkan oleh anak-anak SD untuk memanggilku.” Moo Kyul hanya mengangguk mengerti.
Mae Ri lalu bertanya, “Hmm perlukah aku bertanya berapa lama kau ada disini?” Moo Kyul berfikir sesaat dan mejawab, “Sepertinya aku akan pergi sekarang.” Mae Ri sangat senang dan berterima kasih pada Moo Kyul. Moo Kyul akan berdiri namun dia kembali merasa sakit dan itu membuat Mae Ri khawatir, “Apa sakit? Dimana lagi sakitnya?” Moo Kyul menunjuk pinggangnya, “Tulang pinggangku. Mereka bilang luka akibat tabrakan itu cukup serius.” Mae Ri tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan kembali mengolesi pinggang Moo Kyul dengan obat.


*untuk lengkapnya nonton sendiri yah hehe XP

BoyFriend